Pemakaian Huruf Kapital Yang Baik dan Benar

Rabu, 29 Oktober 2014


A. Huruf pertama kata pada awal kalimat.

Contoh:
  1. Kami pergi ke kampus besok pagi. 
  2. Apa yang kamu kerjakan sekarang?

B. Huruf pertama petikan (kutipan) langsung.

Contoh:

Ayah bertanya,”Kapan kamu pulang?”
“Besok saya berangkat”, kata Budi.


C. Sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.

Contoh: Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih. Alquran, Islam, Kristen, Hindu, Budha


D. Sebagai huruf pertama nama keturunan, gelar kehormatan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.

Contoh: Sultan Hasanudin, Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim

(*) Tidak menggunakan huruf kapital jika tidak diikuti nama orang, misalnya
  1. Dia diangkat menjadi sultan.
  2. Tahun ini dia naik haji. 

E. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Contoh: Rudiyana, Dwi Yanti, Halim Agus.

(*) Tidak menggunakan huruf kapital jika nama yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran, misalnya: mesin diesel, 10 volt, 5 ampere


F. Sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebegai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Contoh: Bupati Banyumas Jenderal Sutrisno Ketua MPR

(*) Tidak menggunakan huruf kapital jika tidak diikuti nama orang,
  1. Siapa gubernur baru itu?
  2. Ia dilantik menjadi mayor jendral. 

G. Sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.

Contoh: bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa Jawa

(*) Tidak menggunakan huruf kapital jika sebagai bentuk kata turunan, misalnya
  1. Mengindonesiakan kata asing.
  2. Keinggris-inggrisan. 

H. Sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.

Contoh: tahun Hijriah, bulan April, hari Senin, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.


I. Sebagai huruf pertama nama geografi atau bagian-bagiannya.

Contoh: Asia Tenggara, Banyumas, Gunung Selamet, Sungai Serayu, Selat Sunda


J. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.

Contoh: garam inggris, gula jawa, pisang ambon, mandi di kali, pergi ke arah tenggara


K. Sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.

Contoh: Majelis Permusyawaratan Rakyat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


L. Sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk kata ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Contoh: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa


M. Sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk, yang tidak terletak pada posisi awal.

Contoh:
  1. Buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia
  2. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
  3. Saya membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma

N. Sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.

Contoh:
  1. Dr. = doktor
  2. M.A. = master of arts
  3. S.S. = sarjana sastra
  4. Prof. = profesor
  5. Tn. = tuan
  6. Ny. = nyonya

O. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.

Misalnya:

Kapan Bapak berangkat?
Itu apa, Bu?
Surat Saudara sudah saya terima.

Catatan:

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan.

Misalnya:
  1. Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
  2. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga
P. Huruf kapital sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk kata ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.

Contoh: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial


Q. Sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebegai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.

Contoh:
  1. Bupati Banyumas Jenderal Sutrisno
  2. Ketua MPR




Perikanan di Indonesia

Selasa, 28 Oktober 2014


Pengertian

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan


Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.

Pembudidayaan & Penangkapan Ikan
  • Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/ atau mengawetkannya.
  • Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

Lingkungan dan Konservasi Sumber Daya Ikan
  • Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya.
  • Konservasi sumber daya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.

Usaha perikanan

Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis)

Pengelolaan sumberdaya ikan

Pengelolaan sumberdaya ikan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan yang bertujuan agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara optimal dan mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan yang terus menerus

Tujuan Pengelolaan Perikanan
  • Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil;
  • Meningkatkan penerimaan dan devisa negara;
  • Mendorong perluasan dan kesempatan kerja;
  • Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan;
  • Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan;
  • Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing;
  • Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan ikan;
  • Mencapai pemanfatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan 
  • Menjamin kelestarian sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan tata ruang.

Wilayah pengelolaan perikanan RI

Perairan Indonesia
Perairan Indonesia yaitu laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.

ZEEI
ZEII yaitu jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia

Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia.

Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan:
rencana pengelolaan perikanan; 
  • Potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Repblik Indonesia; 
  • Jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; 
  • Potensi dan alokasi lahan pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; 
  • Potensi dan alokasi induk serta benih ikan tertentu di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia; 
  • Jenis,jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan; 
  • Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan; 
  • Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; 
  • Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan; 
  • Sistem pemantauan kapal perikanan; 
  • Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; 
  • Jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budi daya; 
  • Pembudidayaan ikan dan perlindungannya; 
  • Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya; 
  • Rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya; 
  • Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap; 
  • Suaka perikanan; 
  • Wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; 
  • Jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan dikeluarkan ke dan dari wilayah Republik Indonesia; dan 
  • Jenis ikan yang dilindungi. 

Jumlah Tangkapan yang diperbolehkan

Jumlah tangkapan yang diperbolehkan" adalah banyaknya sumber daya ikan yang boleh ditangkap di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia dengan tetap memperhatikan kelestariannya sehingga diperlukan adanya data dan informasi yang akurat tentang ketersediaan sumber daya ikan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik secara ilmiah maupun secara faktual setiap daerah penangkapan.

Alat bantu dan Musim Penangkapan

Alat bantu penangkapan adalah sarana, perlengkapan, atau benda lain yang dipergunakan untuk membantu dalam rangka efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan, seperti lampu, rumpon, dan terumbu karang buatan. Waktu atau musim penangkapan adalah penetapan pembukaan dan penutupan area atau musim penangkapan untuk memberi kesempatan bagi pemulihan sumber daya ikan dan lingkungannya.

Rehabilitasi

Ada beberapa cara yang dapat ditempuh dalam pelaksanakan rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan dan lingkungannya, antara lain :
  • Penanaman atau reboisasi hutan bakau, 
  • Pemasangan terumbu karang buatan, 
  • Pembuatan tempat berlindung/berkembang biak ikan, 
  • Peningkatan kesuburan perairan dengan jalan 
  • Pemupukan atau penambahan jenis makanan, 
  • Pembuatan saluran ruaya ikan, atau 
  • Pengerukan dasar perairan 

Suaka Perikanan dan Komnas

  • Suaka perikanan adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan.
  • Komisi Nasional adalah kelompok yang melakukan pengkajian potensi sumber daya ikan yang terdiri atas pakar, perguruan tinggi, dan instansi pemerintah terkait yang mempunyai keahlian di bidang sumber daya ikan.


Jenis- jenis Ikan
  • Pisces (ikan bersirip)
  • Crustacea (udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya);
  • Mollusca (kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput);
  • Coelenterata (ubur-ubur dan sebangsanya);
  • Echinodermata (tripang, bulu babi, dan sebangsanya);
  • Ampilbia (kodok dan sebangsanya);
  • Reptilia (buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air); 
  • Mammalia (paus, lumba-lumba, pesut, duyung);
  • Algae (rumput laut dan tumbuhan lain yang hidup di dalam air); 
  • Biota perairan lainnya yang ada kaitannya dengan jenis-jenis tersebut di atas,

Beberapa Jenis Ikan yang dilindungi 
  • Jenis Pristidae/sawfish dan semua jenis dari Pristis, termasuk didalamnya adalah ikan Pari Sentani dari danau sentani di Irian Jaya. PP No.7 /1999. 
  • Osteoglossidae. Jenisnya: scleropages formusus/Bonny Tongue, dari Bangka dan Kalimantan. SK Mentan No. 76/Kpts/Um/10/980 dan PP No.7/1999. 
  • Notopteridae. Chilata Chilata/Featherbacks dari Nias, Kalimantan, dan Jawa. 
  • Cyprinidae. Punctius Microps/Jawacave Barb dari Goa Jomblang, Jawa. PP7/1999. 
  • Balitoridae. Homaloptera gymnogaster/Hillstream Loaches dari Danau Maninjau, Sumatera. PP7/1999. 
  • Latimeria. Latimeria menadoensis/Coelecanth dari Manado Tua. 



Sejarah Peraturan Perundangan Perikanan di Indonesia

Senin, 27 Oktober 2014


A. Sejarah Perundangan Perikanan di Indonesia
  1.  Masa ordonansi Belanda 
  2.  Masa Pasca Kemerdekaan 
  3.  Masa Undang-Undang Perikanan 
1. Masa Ordonansi Belanda

Zaman Hindia Belanda Perkembangan hukum perikanan Indonesia diawali sejak yang diatur dengan Ordonansi Belanda tetapi dalam bentuk hukum perikanan yang tidak menyatu

A. Ordonansi Perikanan mutiara dan bunga karang (1916)

Mengatur pengusahaan siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang di perairan pantai dalam jarak tidak lebih dari 3 mil laut.

B. Ordonansi perikanan untuk melindungi ikan (1920)

Mengatur larangan penangkapan ikan dengan menggunakan racun bius atau bahan peledak, kecuali untuk keperluan ilmu pengetahuan.

C. Ordonansi penangkapan ikan pantai (1927)
  • Mengatur usaha perikanan di wilayah perairan Indonesia 
  • Yang berhak melakukan usaha perikanan adalah warga negara Indonesia dengan menggunakan kendaraan air berbendera Indonesia 
  • Bagi yang bukan warga negara Indonesia harus dengan izin Menteri Pertanian 
  • Bagi warga negara Indonesia yang menggunakan tenaga asing harus dengan izin Menteri Pertanian 
D. Ordonansi perburuan ikan paus (1927)

Mengatur perburuan dan perlindungan ikan paus (semua jenis paus dilindungi dengan SK Menteri Pertanian no.716/1980,kecuali usaha penangkapan paus oleh nelayan tradisional setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

E. Peraturan pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (1938)

Kapal nelayan laut asing yang berhak melakukan penangkapan ikan dalam daerah laut Indonesia atau daerah lingkungan maritim harus didaftarkan atas nama pemilik.
Kapal yang terdaftar diberi tanda selar dan kapal akan diberi tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa kapal itu berhak melakukan penangkapan ikan di daerah laut Indonesia dan daerah-daerah lingkungan maritim.

F. Ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim (1939)

Laut teritorial Indonesia adalah daerah laut yang membentang ke arah laut sampai sejauh 3 mil laut dari garis air surut, pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk wilayah Indonesia.

Catatan: dengan adanya UU no.9 thn 1985 tentang perikanan,maka semua peraturan atau ordonansi di atas dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan yang menyangkut acara pelaksanaan penegakan hukum di laut.


2. Masa Pasca Kemerdekaan


Peraturan perundangan yang dikeluarkan kurun waktu pasca kemerdekaan sampai dengan keluarnya UU no.9 thn. 1985 tentang perikanan berupa: Keppres, SK Mentan, Instruksi Mentan, maupun SK Dirjen Perikanan. Beberapa peraturan tersebut diantaranya:

A. SK Mentan no.327/1972

Menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi.

B. SK Mentan no.214/1973

Tentang larangan ekspor/perdagangan ke luar negeri, diantarnya:

a. Benih sidat dengan diameter kurang dari 5 mm
b. Nener bandeng dalam segala ukuran
c. Ikan hias air tawar jenis Botia dengan ukuran di atas 15 cm (calon induk)
d. Udang galah dengan ukuran di bawah 8 cm

C. Mentan no.40/1974

Mewajibkan kepada setiap usaha penangkapan udang untuk memanfaatkan hasil sampingan yang diperolehnya.

D. SK Mentan no.01/1975

Dalam mengelola dan melestarikan sumber perikanan, Mentan dapat menetapkan peraturan tentang: penutupan daerah/musim tertentu dan pengendalian kegiatan penangkapan.

E. SK Mentan no.123/1975

Melarang semua kegiatan penangkapan kembung, layar, selar, lemuru, dan ikan-ikan pelagis sejenisnya dengan menggunakan purse seine berukuran mata jaring:
  • kurang dari 2 inchi pada bagian sayap, dan 
  • kurang dari 1 inchi pada bagian kantong 
F. SK Mentan no.35/1975

Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (pesut) dan lumba-lumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi.

G. Instruksi Mentan no. 13/1975
  • Dalam rangka perlindungan hutan bakau menginstruksikan:
  • Pembinaan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Kehutanan setempat 
  • Pembinaan perikanan yang berhubungan dengan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Perikanan setempat dengan konsultasi Dinas Kehutanan setempat. 
F. SK Mentan no.35/1975

Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (pesut) dan lumba-lumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi.

G. Instruksi Mentan no. 13/1975

  • Dalam rangka perlindungan hutan bakau menginstruksikan:
  • Pembinaan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Kehutanan setempat 
  • Pembinaan perikanan yang berhubungan dengan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Perikanan setempat dengan konsultasi Dinas Kehutanan setempat. 
H. SK Mentan no.607/1976

Tentang jalur-jalur penangkapan ikan , menetapkan jalur-jalur penangkapan ikan sbb:

1. Jalur penangkapan ikan I :

     3 mil dari pantai tertutup bagi:
  • Perahu/kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 5 GT 
  • Semua jenis jaring trawl 
  • Jaring pukat dan sejenisnya – purse seine 
  • Jaring pukat lingkar/hanyut Payang, dogol dan lain-lain yang panjangnya lebih dari 120 m. 
2. Jalur penangkapan ikan II:

      4 mil dari jalur I tertutup bagi:
  • Perahu/kapal perikanan mesin dalam (in board) lebih dari 25 GT 
  • Jaring trawl dasar dengan tali ris lebih dari 12 meter 
  • Jaring trawl melayang 
  • Jaring pukat cincin dan sejenisnya lebih dari 300 Meter
3. Jalur penangkapan ikan III:
      5 mil dari jalur II Tertutup bagi:
  • Perahu /kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 100 GT 
  • Jaring trawl dasar atau melayang dengan tali ris lebih dari 20 meter 
  • Pair trawl (sepasang jaring trawl) 
  • Jaring pukat cincin/kolor dan sejenisnya lebih dari 600 meter. 
4. Jalur penangkapan ikan IV:

      Di luar jalur III Terbuka bagi:
  • Semua jenis kapal dan alat 
  • Pair trawl khusus di Samudera Hindia
5. Jalur khusus bagi nelayan tradisional


I. Keppres no.39/1980 : Tentang penghapusan trawl
J. Keppres no.85/1982 : Tentang penggunaan pukat udang
K.Keppres no.23/1982 : Tentang pengembangan budi daya laut di perairan Indonesia
L. Peraturan Pemerintah no.15 thn. 1984 : Tentang pengelolaan SDA hayati di ZEEI


3. Masa Undang-Undang Perikanan
  • UU no.5 thn 1983 tentang ZEE di Indonesia
  • UU no.9 thn 1985 tentang perikanan mengandung konsekuensi bahwa semua ordonansi Belanda yang bertentangan dengan UU perikanan tsb dinyatakan tidak berlaku lagi 
  • UU no.31 thn 2004 tentang Perikanan mengandung konsekuensi bahwa UU no.9 tahun 1985 tentang perikanan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi 

Hukum Laut untuk perlindungan Sumber Ekonomi Maritim

UNCLOS I (1958) membagi laut dalam 2 kategori utama yaitu laut teritorial dan laut lepas
Pada laut teritorial, negara-negara pantai mempunyai kedaulatan penuh untuk mengatur , termasuk dasar laut dan udara di atas wilayah tsb, yg disertai dengan kewajiban untuk menjamin hak lintas damai bagi kapal-kapal asing. Kedaulatan ini berarti juga hak untuk menguasai sepenuhnya seluruh sumber daya alam hayati dan nonhayati yg ada di wilayah laut teritorial tsb. Penguasaan kedaulatan ini merupakan suatu penambahan sumber ekonomi Dengan konsep Wawasan Nusantara yg telah diakui secara internasional dalam UNCLOS III thn. 1982, maka wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan antara darat, laut dan udara.

Sumber Ekonomi yang Harus Mendapat Perlindungan

1. Perlindungan thd sumber mineral laut
2. Perlindungan thd industri perikanan
3. Perlindungan thd transportasi laut
4. Perlindungan thd wisata bahari
5. Perlindungan thd pelabuhan


B. Deklarasi Djuanda

Pada tgl 13 Des 1957 Pemerintah Indonesia mengumumkan Lebar laut teritorial sebesar 12 mil atau lebih dikenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda ini telah menjadi dasar lahirnya Wawasan Nusantara, dan ini merupakan upaya melindungi kawasan laut kita.




Mau buat buku tamu ini ?
Klik di sini
Flaming Pointer

Clock

Visitor

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.