A. Sejarah Perundangan Perikanan di Indonesia
- Masa ordonansi Belanda
- Masa Pasca Kemerdekaan
- Masa Undang-Undang Perikanan
Zaman Hindia Belanda Perkembangan hukum perikanan Indonesia diawali sejak yang diatur dengan Ordonansi Belanda tetapi dalam bentuk hukum perikanan yang tidak menyatu
A. Ordonansi Perikanan mutiara dan bunga karang (1916)
Mengatur pengusahaan siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang di perairan pantai dalam jarak tidak lebih dari 3 mil laut.
B. Ordonansi perikanan untuk melindungi ikan (1920)
B. Ordonansi perikanan untuk melindungi ikan (1920)
Mengatur larangan penangkapan ikan dengan menggunakan racun bius atau bahan peledak, kecuali untuk keperluan ilmu pengetahuan.
C. Ordonansi penangkapan ikan pantai (1927)
Mengatur perburuan dan perlindungan ikan paus (semua jenis paus dilindungi dengan SK Menteri Pertanian no.716/1980,kecuali usaha penangkapan paus oleh nelayan tradisional setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
E. Peraturan pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (1938)
Kapal nelayan laut asing yang berhak melakukan penangkapan ikan dalam daerah laut Indonesia atau daerah lingkungan maritim harus didaftarkan atas nama pemilik.
Kapal yang terdaftar diberi tanda selar dan kapal akan diberi tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa kapal itu berhak melakukan penangkapan ikan di daerah laut Indonesia dan daerah-daerah lingkungan maritim.
F. Ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim (1939)
Laut teritorial Indonesia adalah daerah laut yang membentang ke arah laut sampai sejauh 3 mil laut dari garis air surut, pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk wilayah Indonesia.
Catatan: dengan adanya UU no.9 thn 1985 tentang perikanan,maka semua peraturan atau ordonansi di atas dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan yang menyangkut acara pelaksanaan penegakan hukum di laut.
2. Masa Pasca Kemerdekaan
Peraturan perundangan yang dikeluarkan kurun waktu pasca kemerdekaan sampai dengan keluarnya UU no.9 thn. 1985 tentang perikanan berupa: Keppres, SK Mentan, Instruksi Mentan, maupun SK Dirjen Perikanan. Beberapa peraturan tersebut diantaranya:
A. SK Mentan no.327/1972
Menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi.
B. SK Mentan no.214/1973
Tentang larangan ekspor/perdagangan ke luar negeri, diantarnya:
C. Ordonansi penangkapan ikan pantai (1927)
- Mengatur usaha perikanan di wilayah perairan Indonesia
- Yang berhak melakukan usaha perikanan adalah warga negara Indonesia dengan menggunakan kendaraan air berbendera Indonesia
- Bagi yang bukan warga negara Indonesia harus dengan izin Menteri Pertanian
- Bagi warga negara Indonesia yang menggunakan tenaga asing harus dengan izin Menteri Pertanian
Mengatur perburuan dan perlindungan ikan paus (semua jenis paus dilindungi dengan SK Menteri Pertanian no.716/1980,kecuali usaha penangkapan paus oleh nelayan tradisional setempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
E. Peraturan pendaftaran kapal-kapal nelayan laut Asing (1938)
Kapal nelayan laut asing yang berhak melakukan penangkapan ikan dalam daerah laut Indonesia atau daerah lingkungan maritim harus didaftarkan atas nama pemilik.
Kapal yang terdaftar diberi tanda selar dan kapal akan diberi tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa kapal itu berhak melakukan penangkapan ikan di daerah laut Indonesia dan daerah-daerah lingkungan maritim.
F. Ordonansi laut teritorial dan lingkungan maritim (1939)
Laut teritorial Indonesia adalah daerah laut yang membentang ke arah laut sampai sejauh 3 mil laut dari garis air surut, pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk wilayah Indonesia.
Catatan: dengan adanya UU no.9 thn 1985 tentang perikanan,maka semua peraturan atau ordonansi di atas dinyatakan tidak berlaku lagi, kecuali ketentuan-ketentuan yang menyangkut acara pelaksanaan penegakan hukum di laut.
2. Masa Pasca Kemerdekaan
Peraturan perundangan yang dikeluarkan kurun waktu pasca kemerdekaan sampai dengan keluarnya UU no.9 thn. 1985 tentang perikanan berupa: Keppres, SK Mentan, Instruksi Mentan, maupun SK Dirjen Perikanan. Beberapa peraturan tersebut diantaranya:
A. SK Mentan no.327/1972
Menetapkan bahwa untuk menjaga kelestariannya maka Duyung (Dugong-dugong) dinyatakan sebagai satwa yang dilindungi.
B. SK Mentan no.214/1973
Tentang larangan ekspor/perdagangan ke luar negeri, diantarnya:
a. Benih sidat dengan diameter kurang dari 5 mm
b. Nener bandeng dalam segala ukuran
c. Ikan hias air tawar jenis Botia dengan ukuran di atas 15 cm (calon induk)
d. Udang galah dengan ukuran di bawah 8 cm
C. Mentan no.40/1974
Mewajibkan kepada setiap usaha penangkapan udang untuk memanfaatkan hasil sampingan yang diperolehnya.
D. SK Mentan no.01/1975
Dalam mengelola dan melestarikan sumber perikanan, Mentan dapat menetapkan peraturan tentang: penutupan daerah/musim tertentu dan pengendalian kegiatan penangkapan.
E. SK Mentan no.123/1975
Melarang semua kegiatan penangkapan kembung, layar, selar, lemuru, dan ikan-ikan pelagis sejenisnya dengan menggunakan purse seine berukuran mata jaring:
- kurang dari 2 inchi pada bagian sayap, dan
- kurang dari 1 inchi pada bagian kantong
Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (pesut) dan lumba-lumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi.
G. Instruksi Mentan no. 13/1975
- Dalam rangka perlindungan hutan bakau menginstruksikan:
- Pembinaan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Kehutanan setempat
- Pembinaan perikanan yang berhubungan dengan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Perikanan setempat dengan konsultasi Dinas Kehutanan setempat.
Menetapkan bahwa lumba-lumba air tawar (pesut) dan lumba-lumba air laut sebagai satwa liar yang dilindungi.
G. Instruksi Mentan no. 13/1975
- Dalam rangka perlindungan hutan bakau menginstruksikan:
- Pembinaan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Kehutanan setempat
- Pembinaan perikanan yang berhubungan dengan hutan bakau dilakukan oleh Dinas Perikanan setempat dengan konsultasi Dinas Kehutanan setempat.
Tentang jalur-jalur penangkapan ikan , menetapkan jalur-jalur penangkapan ikan sbb:
1. Jalur penangkapan ikan I :
3 mil dari pantai tertutup bagi:
- Perahu/kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 5 GT
- Semua jenis jaring trawl
- Jaring pukat dan sejenisnya – purse seine
- Jaring pukat lingkar/hanyut Payang, dogol dan lain-lain yang panjangnya lebih dari 120 m.
4 mil dari jalur I tertutup bagi:
- Perahu/kapal perikanan mesin dalam (in board) lebih dari 25 GT
- Jaring trawl dasar dengan tali ris lebih dari 12 meter
- Jaring trawl melayang
- Jaring pukat cincin dan sejenisnya lebih dari 300 Meter
5 mil dari jalur II Tertutup bagi:
Di luar jalur III Terbuka bagi:
I. Keppres no.39/1980 : Tentang penghapusan trawl
J. Keppres no.85/1982 : Tentang penggunaan pukat udang
K.Keppres no.23/1982 : Tentang pengembangan budi daya laut di perairan Indonesia
L. Peraturan Pemerintah no.15 thn. 1984 : Tentang pengelolaan SDA hayati di ZEEI
- Perahu /kapal perikanan dengan mesin dalam (in board) lebih dari 100 GT
- Jaring trawl dasar atau melayang dengan tali ris lebih dari 20 meter
- Pair trawl (sepasang jaring trawl)
- Jaring pukat cincin/kolor dan sejenisnya lebih dari 600 meter.
Di luar jalur III Terbuka bagi:
- Semua jenis kapal dan alat
- Pair trawl khusus di Samudera Hindia
I. Keppres no.39/1980 : Tentang penghapusan trawl
J. Keppres no.85/1982 : Tentang penggunaan pukat udang
K.Keppres no.23/1982 : Tentang pengembangan budi daya laut di perairan Indonesia
L. Peraturan Pemerintah no.15 thn. 1984 : Tentang pengelolaan SDA hayati di ZEEI
3. Masa Undang-Undang Perikanan
Hukum Laut untuk perlindungan Sumber Ekonomi Maritim
UNCLOS I (1958) membagi laut dalam 2 kategori utama yaitu laut teritorial dan laut lepas
Pada laut teritorial, negara-negara pantai mempunyai kedaulatan penuh untuk mengatur , termasuk dasar laut dan udara di atas wilayah tsb, yg disertai dengan kewajiban untuk menjamin hak lintas damai bagi kapal-kapal asing. Kedaulatan ini berarti juga hak untuk menguasai sepenuhnya seluruh sumber daya alam hayati dan nonhayati yg ada di wilayah laut teritorial tsb. Penguasaan kedaulatan ini merupakan suatu penambahan sumber ekonomi Dengan konsep Wawasan Nusantara yg telah diakui secara internasional dalam UNCLOS III thn. 1982, maka wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan antara darat, laut dan udara.
Sumber Ekonomi yang Harus Mendapat Perlindungan
- UU no.5 thn 1983 tentang ZEE di Indonesia
- UU no.9 thn 1985 tentang perikanan mengandung konsekuensi bahwa semua ordonansi Belanda yang bertentangan dengan UU perikanan tsb dinyatakan tidak berlaku lagi
- UU no.31 thn 2004 tentang Perikanan mengandung konsekuensi bahwa UU no.9 tahun 1985 tentang perikanan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi
Hukum Laut untuk perlindungan Sumber Ekonomi Maritim
UNCLOS I (1958) membagi laut dalam 2 kategori utama yaitu laut teritorial dan laut lepas
Pada laut teritorial, negara-negara pantai mempunyai kedaulatan penuh untuk mengatur , termasuk dasar laut dan udara di atas wilayah tsb, yg disertai dengan kewajiban untuk menjamin hak lintas damai bagi kapal-kapal asing. Kedaulatan ini berarti juga hak untuk menguasai sepenuhnya seluruh sumber daya alam hayati dan nonhayati yg ada di wilayah laut teritorial tsb. Penguasaan kedaulatan ini merupakan suatu penambahan sumber ekonomi Dengan konsep Wawasan Nusantara yg telah diakui secara internasional dalam UNCLOS III thn. 1982, maka wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan antara darat, laut dan udara.
Sumber Ekonomi yang Harus Mendapat Perlindungan
1. Perlindungan thd sumber mineral laut
2. Perlindungan thd industri perikanan
3. Perlindungan thd transportasi laut
4. Perlindungan thd wisata bahari
5. Perlindungan thd pelabuhan
B. Deklarasi Djuanda
Pada tgl 13 Des 1957 Pemerintah Indonesia mengumumkan Lebar laut teritorial sebesar 12 mil atau lebih dikenal dengan sebutan Deklarasi Djuanda. Deklarasi Djuanda ini telah menjadi dasar lahirnya Wawasan Nusantara, dan ini merupakan upaya melindungi kawasan laut kita.
0 komentar:
Posting Komentar